Syekh Abdul Qadir Jaelani
Dari Wikipedia bahasa Indonesia,
ensiklopedia bebas
SyekhAbdul Qadir Jaelani
Sheikh, Ghaus-e-Azam |
|
Lahir
|
|
Meninggal
|
|
Sebab meninggal
|
tertular beberapa penyakit.
|
Tempat peristirahatan
|
|
Nama panggilan
|
Syekh, Ghaus-e-Azam
|
Agama
|
|
Anak
|
Shaikh Abdul-Wahab, Sheikh
Abdul-Razzaq, Shaikh Abdul-Aziz, Shaikh Isa, Shaikh Musa, Sheikh Yahya,
Sheikh Abdullah, Sheikh Muhammed dan 41 lainnya. Sheikh Ibrahim.
|
Orang tua
|
Syekh Abdul
Qadir Jaelani atau Abd
al-Qadir al-Gilani[1][2] (bahasa
Kurdi: Evdilqadirê
Geylanî, bahasa
Persia: عبد القادر گیلانی,bahasa
Urdu: عبد القادر آملی گیلانی Abdolqāder Gilāni) (juga dilafalkan Abdulqadir
Gaylani, Abdelkader, Abdul Qadir, Abdul Khadir - Jilani, Jeelani, Gailani,
Gillani, Gilani, Al Gilani, Keilany) (470–561 H) (1077–1166 M) adalah orang
Kurdi[3] atau orang
Persia[4] ulama sufi
yang sangat dihormati oleh ulama Sunni. Syekh Abdul
Qadir dianggap wali dan diadakan di penghormatan besar oleh kaum Muslim dari anak
benua India.[5] Di antara
pengikut di Pakistan dan India, ia juga dikenal sebagai Ghaus-e-Azam. Ia
lahir pada hari Rabu tanggal 1 Ramadan di 470 H, 1077 M[6] selatan Laut
Kaspia yang sekarang
menjadi Provinsi Mazandaran di Iran.
Kelahiran, Silsilah dan Nasab
Ada dua riwayat
sehubungan dengan tanggal kelahiran al-Ghauts al_A'zham Syekh Abdul Qodir
al-Jilani Amoli. Riwayat pertama yaitu bahwa ia lahir pada 1 Ramadhan 470 H. Riwayat kedua menyatakan Ia lahir
pada 2 Ramadhan 470 H. Tampaknya riwayat kedua lebih
dipercaya oleh ulama[7]. Silsilah
Syekh Abdul Qodir bersumber dari Khalifah Sayyid Ali al-Murtadha r.a ,melalui
ayahnya sepanjang 14 generasi dan melaui ibunya sepanjang 12 generasi. Syekh Sayyid Abdurrahman Jami rah.a
memberikan komentar mengenai asal usul al-Ghauts al-A'zham r.a sebagi
berikut : "Ia adalah seorang Sultan yang agung, yang dikenal
sebagial-Ghauts al-A'zham. Ia mendapat gelar sayyid dari silsilah kedua orang
tuanya, Hasani dari sang ayah dan Husaini dari sang ibu"[7]. Silsilah
Keluarganya adalah Sebagai berikut : Dari Ayahnya(Hasani)[7]:
Syeh Abdul
Qodir bin Abu Shalih bin Abu Abdillah bin Yahya az-Zahid bin Muhammad bin Dawud
bin Musa bin Abdullah Tsani bin Musa al-Jaun bin Abdul Mahdhi bin Hasan al-Mutsanna bin Hasan as-Sibthi bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah binti Rasulullah Shallallahu
'alaihi Wassalam
Dari
ibunya(Husaini)[7] : Syeh
Abdul Qodir bin Ummul Khair Fathimah binti Abdullah Sum'i bin Abu Jamal bin
Muhammad bin Mahmud bin Abul 'Atha Abdullah bin Kamaluddin Isa bin Abu
Ala'uddin bin Ali Ridha bin Musa al-Kazhim bin Ja'far al-Shadiq bin Muhammad
al-Baqir bin Zainal 'Abidin bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, Suami Fatimah Az-Zahra binti
Rasulullah Shallallahu
'alaihi Wassalam
Masa Muda
Dalam usia 8
tahun ia sudah meninggalkan Jilan menuju Baghdad pada tahun 488 H/1095 M. Karena
tidak diterima belajar di Madrasah Nizhamiyah Baghdad, yang waktu itu dipimpin Ahmad al Ghazali, yang
menggantikan saudaranya Abu
Hamid al Ghazali. Di Baghdad beliau belajar kepada beberapa orang ulama seperti Ibnu Aqil, Abul Khatthat, Abul Husein al Farra' dan juga Abu Sa'ad al Muharrimi. Beliau
menimba ilmu pada ulama-ulama tersebut hingga mampu menguasai ilmu-ilmu ushul dan juga perbedaan-perbedaan pendapat
para ulama. Dengan kemampuan itu, Abu Sa'ad al Mukharrimi yang membangun
sekolah kecil-kecilan di daerah Babul Azaj menyerahkan pengelolaan sekolah itu
sepenuhnya kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani. Ia mengelola sekolah ini
dengan sungguh-sungguh. Bermukim di sana sambil memberikan nasihat kepada
orang-orang di sekitar sekolah tersebut. Banyak orang yang bertaubat setelah
mendengar nasihat beliau. Banyak pula orang yang bersimpati kepada beliau, lalu
datang menimba ilmu di sekolah beliau hingga sekolah itu tidak mampu menampung
lagi.
Murid
Murid-muridnya
banyak yang menjadi ulama terkenal, seperti al Hafidz Abdul Ghani yang menyusun
kitab Umdatul Ahkam Fi Kalami Khairil Anam, Syeikh Qudamah, penyusun
kitab fiqih terkenal al Mughni.
Perkataan Ulama tentang Beliau
Syeikh Ibnu
Qudamah sempat tinggal bersama beliau selama satu bulan sembilan hari. Kesempatan
ini digunakan untuk belajar kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani sampai beliau
meninggal dunia. (Siyar A'lamin Nubala XX/442).
Syeikh Ibnu
Qudamah ketika ditanya tentang Syeikh Abdul Qadir menjawab, "Kami sempat
berjumpa dengan beliau di akhir masa kehidupannya. Ia menempatkan kami di
sekolahnya. Ia sangat perhatian terhadap kami. Kadang beliau mengutus putra
beliau yang bernama Yahya untuk menyalakan lampu buat kami. Ia
senantiasa menjadi imam dalam salat fardhu."
Tentang Karamahnya
Syeikh Abdul
Qadir al Jailani adalah seorang yang diagungkan pada masanya. Diagungkan oleh
para syeikh, ulama, dan ahli zuhud. Ia banyak memiliki keutamaan dan
karamah. Tetapi, ada seorang yang bernama al Muqri' Abul Hasan asy Syathnufi al
Mishri (nama lengkapnya adalah Ali Ibnu Yusuf bin Jarir al Lakhmi asy
Syathnufi) yang mengumpulkan kisah-kisah dan keutamaan-keutamaan Syeikh Abdul
Qadir al Jailani dalam tiga jilid kitab. Al Muqri' lahir di Kairo tahun 640 H,
meninggal tahun 713 H. Dia dituduh berdusta dan tidak bertemu dengan Syeikh
Abdul Qadir al Jailani. Dia telah menulis perkara-perkara yang aneh dan besar
(kebohongannya).
"Cukuplah
seorang itu berdusta, jika dia menceritakan yang dia dengar", demikian
kata Imam Ibnu Rajab. "Aku telah melihat sebagian kitab ini, tetapi hatiku
tidak tentram untuk berpegang dengannya, sehingga aku tidak meriwayatkan apa yang ada di dalamnya. Kecuali
kisah-kisah yang telah masyhur dan terkenal dari selain kitab ini. Karena kitab
ini banyak berisi riwayat dari orang-orang yang tidak dikenal. Juga terdapat
perkara-perkara yang jauh dari agama dan akal, kesesatan-kesesatan, dakwaan-dakwaan dan perkataan yang batil tidak berbatas, seperti kisah Syeikh
Abdul Qadir menghidupkan ayam yang telah
mati, dan sebagainya. Semua itu tidak pantas dinisbatkan kepada Syeikh Abdul Qadir al Jailani
rahimahullah."
Kemudian
didapatkan pula bahwa al Kamal Ja'far al Adfwi (nama lengkapnya Ja'far bin
Tsa'lab bin Ja'far bin Ali bin Muthahhar bin Naufal al Adfawi), seorang ulama bermadzhab Syafi'i. Ia dilahirkan
pada pertengahan bulan Sya'ban tahun 685 H
dan wafat tahun 748 H di Kairo. Biografi beliau dimuat oleh al Hafidz di dalam
kitab Ad Durarul Kaminah, biografi nomor 1452. al Kamal menyebutkan
bahwa asy Syathnufi sendiri tertuduh berdusta atas kisah-kisah yang
diriwayatkannya dalam kitab ini.(Dinukil dari kitab At Tashawwuf Fii Mizanil
Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah as
Sindi, Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8
April 1995 M.).
Karya
Imam Ibnu Rajab
juga berkata, "Syeikh Abdul Qadir al Jailani Rahimahullah memiliki
pemahaman yang bagus dalam masalah tauhid, sifat-sifat Allah, takdir, dan ilmu-ilmu ma'rifat yang sesuai dengan sunnah."
- Tafsir Al
Jilani
- al Ghunyah
Li Thalibi Thariqil Haq,
- Futuhul
Ghaib.
- Al-Fath
ar-Rabbani
- Jala' al-Khawathir
- Sirr
al-Asrar
- Asror Al
Asror
- Malfuzhat
- Khamsata
"Asyara Maktuban
- Ar Rasael
- Ad Diwaan
- Sholawat
wal Aurod
- Yawaqitul
Hikam
- Jalaa al
khotir
- Amrul
muhkam
- Usul as
Sabaa
- Mukhtasar
ulumuddin
Murid-muridnya
mengumpulkan ihwal yang berkaitan dengan nasihat dari majelis-majelis beliau.
Dalam masalah-masalah sifat, takdir dan lainnya, ia berpegang dengan sunnah. Ia
membantah dengan keras terhadap orang-orang yang menyelisihi sunnah.
Ajaran-ajaranya
Sam'ani
berkata, " Syeikh Abdul Qadir Al Jailani adalah penduduk kota Jailan. Ia
seorang Imam bermadzhab Hambali. Menjadi guru besar madzhab ini pada masa hidup
beliau." Imam Adz Dzahabi menyebutkan biografi Syeikh Abdul Qadir Al
Jailani dalam Siyar A'lamin Nubala, dan menukilkan perkataan Syeikh sebagai
berikut,"Lebih dari lima ratus orang masuk Islam lewat tanganku, dan lebih
dari seratus ribu orang telah bertaubat."
Imam Adz
Dzahabi menukilkan perkataan-perkataan dan perbuatan-perbuatan Syeikh Abdul
Qadir yang aneh-aneh sehingga memberikan kesan seakan-akan beliau mengetahui
hal-hal yang ghaib. Kemudian mengakhiri perkataan, "Intinya Syeikh Abdul
Qadir memiliki kedudukan yang agung. Tetapi terdapat kritikan-kritikan terhadap
sebagian perkataannya dan Allah menjanjikan (ampunan atas kesalahan-kesalahan orang
beriman ). Namun sebagian perkataannya merupakan kedustaan atas nama
beliau."( Siyar XX/451 ). Imam Adz Dzahabi juga berkata, " Tidak ada
seorangpun para kibar masyayikh yang riwayat hidup dan karamahnya lebih banyak
kisah hikayat, selain Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, dan banyak di antara
riwayat-riwayat itu yang tidak benar bahkan ada yang mustahil terjadi".
Syeikh Rabi'
bin Hadi Al Madkhali berkata dalam kitabnya, Al Haddul Fashil,hal.136, "
Aku telah mendapatkan aqidahnya ( Syeikh Abdul Qadir Al Jaelani ) di dalam
kitabnya yang bernama Al Ghunyah. (Lihat kitab Al-Ghunyah I/83-94) Maka aku
mengetahui bahwa dia sebagai seorang Salafi. Ia menetapkan nama-nama dan
sifat-sifat Allah dan aqidah-aqidah lainnya di atas manhaj Salaf. Ia juga
membantah kelompok-kelompok Syi'ah, Rafidhah, Jahmiyyah, Jabariyyah, Salimiyah,
dan kelompok lainnya dengan manhaj Salaf." (At Tashawwuf Fii Mizanil
Bahtsi Wat Tahqiq, hal. 509, karya Syeikh Abdul Qadir bin Habibullah As Sindi,
Penerbit Darul Manar, Cet. II, 8 Dzulqa'dah 1415 H / 8 April 1995 M.)
Awal Kemasyhuran
Al-Jaba'i
berkata bahwa Syeikh Abdul Qadir pernah berkata kepadanya, "Tidur dan
bangunku sudah diatur. Pada suatu saat dalam dadaku timbul keinginan yang kuat
untuk berbicara. Begitu kuatnya sampai aku merasa tercekik jika tidak
berbicara. Dan ketika berbicara, aku tidak dapat menghentikannya. Pada saat itu
ada dua atau tiga orang yang mendengarkan perkataanku. Kemudian mereka
mengabarkan apa yang aku ucapkan kepada orang-orang, dan merekapun
berduyun-duyun mendatangiku di masjid Bab Al-Halbah.
Karena tidak memungkinkan lagi, aku dipindahkan ke tengah kota dan dikelilingi
dengan lampu. Orang-orang tetap datang di malam hari dengan
membawa lilin dan obor hingga memenuhi tempat tersebut. Kemudian, aku dibawa ke
luar kota dan ditempatkan di sebuah mushalla. Namun, orang-orang tetap datang
kepadaku, dengan mengendarai kuda, unta bahkan keledai dan menempati
tempat di sekelilingku. Saat itu hadir sekitar 70 orang para wali radhiallahu
'anhum]].
Dalam beberapa
manuskrip didapatkan bahwa Syeikh Abdul Qadir berkata, "Sebuah suara
berkata kepadaku saat aku berada di pengasingan diri, "kembali ke Baghdad
dan ceramahilah orang-orang". Aku pun ke Baghdad dan menemukan para
penduduknya dalam kondisi yang tidak aku sukai dan karena itulah aku tidak jadi
mengikuti mereka". "Sesungguhnya" kata suara tersebut,
"Mereka akan mendapatkan manfaat dari keberadaan dirimu". "Apa
hubungan mereka dengan keselamatan agamaku/keyakinanku" tanyaku.
"Kembali (ke Baghdad) dan engkau
akan mendapatkan keselamatan agamamu" jawab suara itu.
Aku pun membuat
70 perjanjian dengan Allah. Di antaranya adalah tidak ada seorang pun yang
menentangku dan tidak ada seorang muridku yang meninggal kecuali dalam keadaan
bertaubat. Setelah itu, aku kembali ke Baghdad dan mulai berceramah.
Hubungan Guru dan Murid
Syeikh Abdul Qadir
berkata, "Seorang Syeikh tidak dapat dikatakan mencapai puncak spiritual
kecuali apabila 12 karakter berikut ini telah mendarah daging dalam dirinya.
- Dua
karakter dari Allah yaitu dia menjadi seorang yang sattar (menutup
aib) dan ghaffar (pemaaf).
- Dua
karakter dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wassalam yaitu penyayang dan
lembut.
- Dua
karakter dari Abu Bakar yaitu jujur dan dapat dipercaya.
- Dua
karakter dari Umar yaitu
amar ma'ruf nahi munkar.
- Dua
karakter dari Utsman yaitu dermawan dan bangun (tahajjud) pada
waktu orang lain sedang tidur.
- Dua
karakter dari Ali yaitu alim (cerdas/intelek) dan pemberani.
Bila lima
perkara tidak terdapat dalam diri seorang syeikh maka ia adalah Dajjal yang mengajak
kepada kesesatan.
Dia harus
sangat mengetahui hukum-hukum syariat zhahir,
mencari ilmu hakikah dari sumbernya, hormat dan ramah
kepada tamu, lemah lembut kepada si miskin, mengawasi para muridnya sedang ia
selalu merasa diawasi oleh Allah.
Syeikh Abdul
Qadir juga menyatakan bahwa Syeikh al Junaid mengajarkan standar al Quran dan
Sunnah kepada kita untuk menilai seorang syeikh. Apabila ia tidak hafal al
Quran, tidak menulis dan menghafal Hadits, dia tidak pantas untuk diikuti.
Syeikh Abdul
Qadir berkata, "Kalimat tauhid akan sulit hadir pada seorang individu yang
belum di talqin dengan zikir bersilsilah kepada Rasullullah oleh mursyidnya saat menghadapi sakaratul maut".
Karena itulah
Syeikh Abdul Qadir selalu mengulang-ulang syair yang berbunyi: Wahai yang enak
diulang dan diucapkan (kalimat tauhid) jangan engkau lupakan aku saat
perpisahan (maut).
Pada tahun 521
H/1127 M, dia
mengajar dan berfatwa dalam semua madzhab pada masyarakat sampai dikenal
masyarakat luas. Selama 25 tahun Syeikh Abdul Qadir menghabiskan waktunya
sebagai pengembara sufi di Padang
Pasir Iraq dan akhirnya
dikenal oleh dunia sebagai tokoh sufi besar dunia Islam. Selain itu
dia memimpin madrasah dan ribath di Baghdad yang didirikan sejak 521 H sampai
wafatnya di tahun 561 H. Madrasah itu tetap
bertahan dengan dipimpin anaknya Abdul Wahab (552-593 H/1151-1196 M),
diteruskan anaknya Abdul Salam (611 H/1214 M). Juga dipimpin anak kedua Syeikh
Abdul Qadir, Abdul Razaq (528-603 H/1134-1206 M), sampai hancurnya Baghdad pada tahun 656
H/1258 M.
Syeikh Abdul
Qadir juga dikenal sebagai pendiri sekaligus penyebar salah satu tarekat terbesar
didunia bernama Tarekat Qodiriyah.
Ia wafat pada
hari Sabtu malam, setelah magrib, pada tanggal 9 Rabiul
akhir di daerah
Babul Azajwafat di Baghdad pada 561 H/1166 M. `
Tidak ada komentar:
Posting Komentar